Fenomena Khurofat Tathoyyur(Anggapan Sial Yang Menodai Tauhid)


Kata orang, kita sekarang sudah berada di zaman modern dan era globalisasi. Namun, entah kenapa, khurofat-khurofat jahiliah masih saja diadopsi oleh sebagian kaum muslimin sekarang, walaupun mereka sudah menyandang pendidikan tinggi. 
Di antara khurofat tersebut adalah perbuatan tathoyyur yaitu merasa sial dengan burung gagak,  angka 13, bulan syuro atau lainnya. Dalam Islam, khurofat seperti itu diberantas dan sebaliknya kita diperintahkan untuk hanya bertawakkal kepada Alloh dalam segala urusan.

Tathoyyur (thiyaroh) adalah merasa sial karena melihat atau mendengar sesuatu seperti keyakinan orang jahiliah dahulu apabila melihat burung terbang ke arah kanan maka pertanda baik dan bila terbang ke kiri maka pertanda keburukan.

Perlu diketahui bahwa khurofat ini sampai sekarang masih bercokol di sebagian masyarakat. Sebagai contoh, sebagian masyarakat masih meyakini bila ada burung gagak melintas di atas maka itu pertanda akan ada orang mati, bila burung hantu berbunyi pertanda ada pencuri, bila mau beergian lalu di jalan dia menemui ular menyeberang maka pertanda kesialan sehingga perjalanan harus diurungkan.

Demikian pula ada yang merasa sial dengan bulan Muharrom (Suro: Jawa), hari Jum’at Kliwon, ada juga yang merasa sial dengan angka seperti angka 13 dan sebagainya.(Lihat Risalah At Tathoyyur oleh Syeikh Muhammaf Ibrahim Al Hamd) 

Thiyaroh hukumnya adalah haram dan termasuk kesyirikan yang menodai tauhid, berdasarkan banyak dalil,  di antaranya yang paling tegas adalah hadits Abdulloh bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

الطيرة شرك

“Thiyaroh (merasa sial) adalah termasuk kesyirikan.”[HR. Ahmad 1/389, Abu Dawud: 3910, Tirmidzi: 1614, dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi 2/216).
Hadits ini dengan tegas menyatakan bahwa thiyaroh (tathoyyur) adalah termasuk kesyirikan.

Thiyarah menodai tauhid karena dua hal:

Pertama: Seorang yang merasa sial berarti telah menghilangkan tawakkalnya kepada Alloh dan dia malah berpedoman pada selain Alloh.

Kedua: Seorang yang merasa sial berarti bergantung pada perkara yang tidak ada hakikatnya padahal hanya khayalan belaka, sehingga semua ini dapat menodai tauhid seorang hamba.

Orang yang merasa sial tidak lepas dari dua keadaan:

Pertama: Dia meninggalkan keinginannya karena mengikuti keyakinan sialnya. Ini adalah bentuk kesialan yang paling berbahaya bagi aqidah seorang.

Kedua: Dia melanjutkan keinginannya, namun dengan perasaan takut dan gundah dalam hatinya. Ini juga berbahaya bagi tauhid seorang sekalipun lebih ringan dari yang sebelumnya.

Maka hendaknya bagi seseorang untuk melanjutkan keinginannya dengan lapang dada dan tawakkal yang kuat kepada Alloh tanpa melirik pada kesialan karena hal itu berarti buruk sangka kepada Alloh. Bahkan merasa sial juga bisa sampai kepada derajat syirik besar yang mengelurkan seorang dari Islam yaitu apabila dia menyakini bahwa benda yang dia anggap pembawa sial tadi memiliki pengaruh secara dzatnya, karena dengan demikian berarti dia menjadikan tandingan bagi Alloh dalam masalah penciptaan dan pengaturan.[Lihat Miftah Dar Sa’adah 2/320, Latho‘iful Ma’arif hlm. 71, al-Qoulus Sadid hlm. 18 oleh as-Sa’di, al-Qoulul Mufid 1/560 oleh Ibnu Utsaimin].

✍ Ust. Abu Ubaidah As Sidawi
Previous
Next Post »
Thanks for your comment