Antara Riba dan Sedekah


Allah ta'ala berfirman,

يمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
.
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” [al-Baqarah: 276]

Penjelasan ringkas

Allah memusnahkan harta riba, menghapus keberkahan dan hasil yang diperoleh dari riba. Di satu sisi, sedekah meningkatkan dan menambah keberkahan harta. Dalam hadits disebutkan, 

الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتَهُ تَصِيْرُ إِلَى قُلٍّ
.
“Uang riba itu meski pada awalnya banyak, tetapi pada akhirnya ia akan menjadi sedikit.” [Shahih. HR. Ahmad]

Keberkahan harta yang disebutkan dalam al-Quran tidak identik dengan pertambahan nominal, namun keberkahan yang dimaksud adalah adanya peningkatan efek atau pengaruh dari harta berupa ketenangan, kecukupan, kepuasan (qana’ah) dan terpenuhinya kebutuhan meski dengan jumlah harta yang sedikit. Karena harta sebenarnya dicari untuk kebahagiaan dan ketenangan.

Namun, mayoritas pemilik harta haram terpedaya dengan nominal dan pertumbuhan hartanya, padahal itu justru menambah kegelisahan, kesempitan dan siksa bagi jiwanya. Boleh jadi terdapat pihak-pihak yang memusuhi dan memutuskan kekerabatan disebabkan harta haramnya. Allah menjadikan dirinya mencari-cari harta yang sedikit untuk menyiksanya. Padahal boleh jadi jika dia miskin lebih ringan dampaknya.

Salah satu siksa terberat adalah siksa berupa kenikmatan haram yang diberikan Allah sehingga hamba tidak ingin lepas darinya, bahkan mengejarnya, dan akhirnya Allah menyiksa hamba itu dengan sebab kenikmatan tersebut. Dia tak lagi memiliki keinginan terbebas dari kenikmatan tersebut, sehingga siksa itu terus berlangsung dan tak sanggup ditinggalkan.

Siksa yang demikian berbeda dengan siksa berupa bencana, musibah atau penyakit, karena ketika mengalaminya manusia dapat meminta kesembuhan dan keselamatan kepada Allah. Dia berharap ada jalan keluar dari kejadian itu. Jika terbuka pintu kesembuhan dan keselamatan, niscaya dia bisa keluar dari siksa tersebut. Namun, bagi seorang hartawan, pemilik harta haram, yang disiksa dengan hartanya, meski pintu kefakiran terbuka bagi dirinya sebagai solusi untuk terbebas dari penghasilan haram, dia tidak akan melangkahkan kakinya untuk keluar. Karena itulah Allah menyiksa dirinya dengan tetap menggenggam harta haram.

Sumber: at-Tafsir wa al-Bayan 1/546-547

Previous
Next Post »
Thanks for your comment